Sedangkan Kau Juga Menikmati Ciuman Kekasihku
:bergegaslah mengenakan mantel itu
Sore ini di televisi gempar mengabarkan cuaca pada malam hari akan terjadi badai kencang dan hujan lebat,namun pesan singkatmu lagilagi masuk, hpku tiap sebentar berbunyi dan meninggalkan namamu di atas gelapan kaca.usahamu merayuku sungguh luar biasa hingga kita melanjutkan perjalanan ke sebuah ruang di mana hujan tak bisa bertandang,konon katanya kau telah memagari sebelum pesan terakhirku terkirim.
Kemudian di setengah usia waktu aku menyuruhmu mengenakan sebuah mantel berwarna hijau,kalaukalau nanti benar apa yang dikatakan televisi bahwa isu itu bukanlah sebuah kepalsuan belaka.bunga-bunga perlahan berlari menjarak dari sebuah rumah tua menuju perpulangan punah :dimana kita akan dikalahkan oleh segerombolan hujan.
Pohon ditepian jalan telah berusaha mengejar setiap jejak kita,ia ingin kita berhenti sebelum gugur serpihan ranting diterpa angin,harusnya kau ingat pula apa kataku sebelum kita memutuskan untuk melangkah “tenang kecemsanmu dan kecemasanku sama,namun itulah penantian panjang yang kumimpikan yaitu bertemu dengan kekasih pertamaku,jauh sebelum aku mengenalmu dia sudah duduk di bangku deretan depan” maka takkan ada lagi kecemburuan di matamu,bukan?
Televisi,deretan usia beserta pohon yang telah menegur seakan memberikan sebuah clue untuk kita bahwa di luar telah banyak gunjingan mengatakan bahwa kau akan mati di bibirku pada hentakan pertama jika petir pun mengetahui betapa cemburu kau kepadanya.
Lagi-lagi kau di beri tanda,teriakan semut yang menusuk gendang telingamu memerintahkan mantel itu segerahlah kau pakai,jangan sampai siasia membujukmu untuk mengencangkan garut pada sekujur tubuhmu : dan pada waktu usia kepulangan kita kau hanya sibuk dengan sengat yang membuat bibirmu menggerutu.
Maka di televisi orang-orang laut mengabarkan gelombang pasang akan naik 6 meter lebih tinggi dari biasanya,sedangkan orang gunung masih setia dengan gunjingan purba yang bila musim menua, akan terjadi penyumbatan dalam rongga hidung menyebabkan bengkak di bingkai kisah tangkuban perahu.
Jadi apa yang harus kita perbuat ketika pesan singkatku ada yang tak terkirim waktu kau merayuku “sayang jagan lupa memakai mantel,kalau kau memang ingin melanjutkan pernikahan denganku,sebab biarkan itu menjaga cemburumu ketika kelak televisi itu mengabarkan bahwa kedatangan kekasih pertamaku akan segera sampai di ambang penantian lalu : kaupun tau dua tahun lalu dia tak pernah menumpahkan basah lagi di dadaku.
Sepasang Sayap pun telah Sampai
dua tahun lalu kita menjengguk ibu
yang sendiri menguntai di sebuah kursi goyang
jendelanya masih saja ia buka
katanya menunggu sepasang burung untuk kembali
menghadiahkan sepasang sayap juga untuknya
biar ibu pun bisa terbang tinggi mengangkasa
mewujudkan mimpi yang selama ini tertunda
yaitu menjemput ayah di kegelapan usia
tahun ini kita kembali berkunjung ke rumah ibu
namun ia tak mengucap sepatah kata kepada kami
tak juga menagih janji yang dulu sempat ia bawa mimpi
mengapa ibu,pikir panjang dan menguncang badan ibu
lalu ia berkata”ayahmu semalam telah menemuiku katanya
besok ia ingin mengajakku ke rumah barunya yang kemarin ia
bangun di tepi jurang nan serba hitam,dan aku pun menyetujui
untuk sebuah kesepakatan yang telah kami buat berdua”
oh anakku maka tahun depan jika kau kesini
maka tutuplah jendela ini,karena aku tak sanggup lagi
menyantung kunci yang menempel di kayu itu
lalu tahun ini pun kita menjengguk ibu lagi
namun tak terlihat senyum itu
hanya ada kursi yang bergoyang dengan sendirinya
kemudian patahan kayu jendela seperti serbuk
mirip gigitan kumbang pada tubuh kayu
aku mengerti dengan pesan ibu tahun lalu
bahwa ia telah dikirimkan sepasang sayap secara diam-diam
oleh ayah agar mereka bertemu di ranjang yang sama
:dengkuran panjang tak ada batasnya
Tangkai Hujan
Aku nikmati rambutmu bersama wangi kekasih
kutawan keseksianmu dalam perangkap keperjakaanku
kemudian perawanmu kujadikan basahan kental di tubuhku
dan kekasih memasang kudakuda cemburu yang memilu
Aku sebut lagumu dengan ungkapan cinta terhadapku
walau kekasih lebih dulu menjamah
takkan kurang pula rinai mengebat di bulu-bulu perindu
tanda musim keintiman telah melajang
di balik putih awan tersiram merah muka kekasih
Lalu aku akan bersikap tak mau tahu
biarlah pria-pria bermantel itu
menyangkaku sedang kasmaran
dan kekasih mulai membuat garis batas dengan darahku
hingga kita pun bebas berbulan madu dengan nyanyian gemuruh
:nyanyian merdu
Kunikmati candu kulitmu
Bak kayu manis yang telanjang di tepian kering
Berkabung di Balik Keranda
pagi ini aku kembali kau gagalkan
mencari cara untuk menuju kakimu
dan hampir setiap saat aku di penggal
baik pada kata maupun rasa
maka pada saat kau menghalangiku
aku segera menulis sajak protes
biar impas kecaman kita
yang berlarut-larut kau peram di lambungku
menjadi alasan aku tak pernah sampai di jantungmu
aku tak pernah hadir di ruang kerjamu
Pagi ini aku terpaksa meloloskan kehadiran
Kerena kau selalu datang bergerombol
Membidik liar di sepanjang jalanan
Dan menempel di pori-pori bumi
Pagi ini
Kau mengundang aksi demo
Para cacing dalam perutku
Embun Pagi
;Nella S Wulan
kutulis sebuah syair beningan kalbu
pada jajaran hening yang melahap pilu
lagilagi haru yang menggebu
menata embun di kalangan subuh
tentu kau lupa dengan sebuah kuasa
mengatur tahta di kedalaman butiran
yang ragu,apakah itu jernih atau bukan
mungkin saja muram yang berlalu lalang
kemudian menapak di sekuntum melati
jadi perih gelinangan hati
kuukir sebatang awan lagi
jadi rupa menyentuh sesukaku
ya,andai saja ia menetes di mata
entah apa yang bakal membuka
di sebuah peretemuan yang entah
"menurutku liar mata-mata itu tlah membidik lagit"
YK, ,Padang, 2010