"Aku Ada Pada Setiap Jengkal Katakata", waktu yang berjalan,~tidak ada sekian detikpun diciptakan untuk sebuah kesia-siaan, sebab Tuhan telah menjadikan segala sesuatu sebagai sebuah jawaban, ke arah mana kita akan menempuh, semua adalah pilihan yang akan kita tentukan sendiri-sendiri. kebetulan; barangkali ia adalah sebuah petunjuk yang disamarkan... By, Yori Kayama (YK)

Rabu, 05 Januari 2011

di Luar banyak lagi cerita,2 sajak untuk kita

di Bawah Pohon Renta

dari depan desau angin menghantar duka
pada setangkai daun menjatuhkan air mata
kemana syair dan pantun  kita dendangkan
kalau bukan ketempat sebuah persinggahan

cahaya itu membuka lubang pertemuan purba
segerombal pemuda telah berkecamuk di dalamnya
menikam setiap peristiwa yang barangkali adalah suara kesakitan
jiwa jiwa kembang kelaparan di malam liar

kemudian lihatlah
aku kecupkan bibir ini kepada tidak yang kau iyakan
kepada setiap garis membikin alur sepanjang jalan
tidur  memulaskan sebagian birahi dari dalam tubuh
mengoyak diri sekoyak zaman yang telanjang

dari depan pohon pohon telah meniadakan
sehelai rumput mati terinjak jatuhan ranting patah
akibat air mata,air mata
mata air yang menggenangi kita

di sudut.lihatlah mekar para kembang biduan
memyuarakan setiap simpang
akan ada lipatan yang hilang
pada malam
pada jiwa kesakitan

Padang/2010

Malam yang memabukkan
; Mahatma Muhamad dan Halvika Padma 
jangan pernah mengukur berapa dalam lautku
sebab perangkap aku pasang di setiap debur
di tiap hempasan yang mebikin gagu lidah berlipat
dan aku lupa siapa nama nama mereka
yang memberiku asin pada nganga sekantong darah
sepi. seperti mata tanpa tinjauan jarak
seperti kaki tanpa sepotong langkah
lelah.

lalu jangan habiskan malam untuk telanjang
sebab pagi masih ada awal membuka sebuah jendela
serta bulan. padam sewaktu merah muka menyebar
tergeletak dalam sepotong sajak dan aroma wangi kopi

sesekali kita meniupkan bangsi kepada laut diam
kepada kota bungkam dan trotoar yang basah
sebab sepi kita ada dalam gelombang serupa
: lapar mantra adalah haus tanah retak

jangan pernah mengukur berapa tajam terangku
sebab dilain waktu purnama akan mengusur kita
kedalam lembah,kedalam apa yang akan kita namakan sakit
dari laut ke laut
hanya lumutan berkarat yang ada
di dada mengumpalah luka

Padang/2010

Selasa, 28 Desember 2010

Siulan Masa Lampau

kulepas saja senandung ini
jika burung itu selalu berkicau
aku takkan berhenti sebelum
sayap patah dan diam untuk mengepak

di mana desah sekeliling kota
awal selalu saja rumpang
di kediaman silungkang
kain-kain itu terbang
menuju kaki singgalang
waktu tua yang hilang

kubuang saja gambar di dadamu
jika warna itu selalu menyerupaimu
bahkan aku takkan pernah diam
sebelum semua benar-benar patah
retak pada mataku
usang di ujuang rambutku

lalu apa nama akhir persinggahan
kalau kita pun enggan melingkar
melupakan ribuan sayap
lalu menanamkan kaki pada lubang waktu
kapan?

suara saluang menghentak
silungkang retak
singgalang tersentak
maka akulah penikmat patahan laju usia
: bahwa setiap lorong adalah sebuah kematian

siulan adalah mata buta melangkah pulang
Padang/2010

Kamis, 23 Desember 2010

Pepatah Minang Berguna Untuk Menbentuk Moral Manusia dan Masyarakatnya

Pepatah Minang Berguna Untuk Menbentuk Moral Manusia dan Masyarakat

“tak tahu di rundiang kato putuih
tak tahu di kieh kato sampai”

(tak tahu pada  rundingan kata putus
tak tahu  pada kiasan kata sampai)

“Arang lah tacoreang di muko,
aiklah sakuliliang badan
Lah cabiak baju di dado
Tak ka tatutuik jo tapak tangan”

(Arang sudah tergores di muka,
Aib telah sekeliling tubuh,
Telah robek baju di dada
Tak akan tertutup dengan telapak tangan).

“Kok indak ka manambah
jan dicinto mangurangi
Kok tak ado pitih balanjo,
elok usaho dipabanyak,
kok tak ado pulo usaho,
tolonglah urang jo bicaro,
panjangkan aka jo budi”

(Kalau tidak akan menambah
jangan dicita mengurangi
kalau tak ada uang belanja
baiklah usaha diperbanyak
kalau tak ada pula usaha
tolonglah orang dengan bicara
panjangkan akal dengan budi).

“Bukan salah bungo limbayuang
Salah dek banda mangulito
Buka salah bundo manganduang
Salah dek badan nan buruak pinto

(Bukan salah bunga lembayung
salahnya bamban manggelita
bukan salah bunda mengandung
salahnya badan yang buruk pinta)

“Lieklah mande dadak mande
Habih dikaih ayam sajo
Lieklah mande anak mande
Makan bakuah aia mato”

(Lihatlah bunda dedak bunda
habis dikais ayam saja
Lihatlah bunda anak bunda
Makan berkuah air mata).

Kok buyuang pai ka pakan
Iyu bali balanak bali
Ikan panjang bali dahulu
Kok iyo buyuang ka bajalan
Ibu — mande — cari dunsanak cari
Induak samang cari dahulu

(Kalau anak pergi ke pekan
yu beli belanak beli
ikan panjang beli dahuu
kalau bujang pergi berjalan
ibu cari dunsanak cari
induk semang cari dahulu).

Siriah naiak junjuangan naiak
Bari bajanjang kayu laban
Sansai baiak binaso baiak
Badan ang juo manangguangkan

(sirih naik junjungan naik                          
beri berjenjang kayu laban
sengsara baik binasa baik
badanmu juga menanggungkan)


oi mak oi
jikok tarserak kato di mufakat
lapeaan juo sasak nan ndak taganggam
kami basanda di baliak pintu ka rami
kami balari maningaan sagalo nan langang

oi sagalo seso nan malaraik
paciklah tampuak di ujuang mato
baok malewa ka nagari sabarang
junjuang mande ikuik mayubarang

kok laruik manimbun luko
simpan juo kadalam rimbo
kok simpang manyamak kapalo
putuih dandam salamo ko

BY :YK

Rabu, 15 Desember 2010

Tenggelam di Kedalaman Jarak

Kado untuk pertemuan pertama : Putri Meizaliani

1
memadangmu seperti gelisah awan
sewaktu kelak hujan membalik arah
tanpa rintik dan basah aku merangkai serak suara
pada jatuhan setetes, kembanglah mata

2
lamunan malam tak pernah melepas petang
menduakan kelam di titik penghabisan
antara kita benar-benar telah telanjang
terbaring dalam ranjang kepiluan
kembanglah mata pada jatuhan yang setetes

3
bulan tenggelam di ujung mata
jatuh berderai menjelma sepenggal jarak
serta langkah mengikat pada sebatang tonggak
hendak membinasakan nyanyian kecemasan
antara aku dan kau telah tenggelam
dalam mata air yang dangkal

4
memadangmu seperti gelisah awan
bergerak. serupa yang menjarak
termakan rayuan angin kepada siapa akan melangkah
menjadi arak seperti  mabuk menir dan puan
pulas. mengutuk hari  tak lagi panjang

mata air menggenang
sewaktu malam tenggelam
mengepung kami
di pintu penjagaan pagi

Padang/Ruang Gelap

Sajak di Awal Desember

Sajak-sajak Yk awal Desember

oleh Youri Kayama pada 13 Desember 2010 jam 21:02
Aku Dalam Penyair

aku dalam penyair adalah aku seperti di atas kapal
menari mengikuti jari-jari angin
sebentar-bentar aku bisa terlantar
diterpa gelombang lapar

aku dalam penyair seperti air di daun talas
bergoyang namun belum juga terbuang

sebelum di dulang maka aku takkan terlepas

aku dalam penyair
adalah aku yang hilang
dalam perjalanan menuju pulang
sebelum berlabuh aku sudah dikandaskan

Medan/2010

Catatan Seorang Pemula

bertahun-tahun aku menanam
tidak jua menemui parang
padahal ubi, hanya ubi
tapi tak pernah menjadi

bertahun-tahun aku mengukir
sepotong kayu yang bisu
tapi tak berbentuk
satu rupa, hanya satu rupa saja tak bisa

bertahun pula aku mengembara
mengukur sepanjang apa tubuh jalan
garis-garis yang menjalar
tak bersua, sepotong pun enggan singgah
sebab basah jalanan adalah basah mataku

Medan,2010

di Luar aku Lapar

satu biji aku timbun
dini hari
liar seperti dengau seekor sapi
lapar kehabisan susu pagi ini

sebuah lagi aku tabur
sepanjang jalan yang mengukur
pertemuan seakan menarik ulur
dini hari-pagi-dini hari

kemudian di jalan aku mengubur
semua yang kutabur
   biji sekarat
      tersiram hujan
         hingga mekar
- mengakar sepanjang abad-

Padang/2010

Celah

kegelisaan semacam perebutan
dari masa ke masa
antara ruang ke ruang
perebutan awal kegelisaan
umpama kain yang beterbangan
menjelma apa saja
usia liar, pun mata sama
mencari rahim yang hilang
: aku menindik celah di lidahmu

pergerakan seolah merisaukan
raut-raut yang kehilangan
serta jiwa seakan sakau
mendengar kabar dari rantau
bahwa kepulangan adalah sebuah kematian
untuk melangkah dari awal
:waktu-waktu yang diam

pertengkaran serupa laut dangkal
kemudian tangan menggali dalam-dalam
sebongkah tanah, sepotong usia
terperangkap di waktu sama

rahim yang semula lepas,akan segera di ikat

Padang/

Aku Bersembunyi di Medan

bung, aku bersembunyi di Medan
sebab di kampung aku gentar
dengan gunjingan orang tepian
mengatakan bahwa laut sebentar lagi membakar
gedung yang mencakar

bung, aku bersembunyi di Medan
sebab sebentar lagi kepala dipenggal
oleh nelayan yang tak dapat ikan
katanya mereka mencari tumbal
untuk jalan menuju sebrang

bung,di Medan aku sembunyi
aku malu pada birunya laut

sssstttttttttt....
diam bung, jangan bilang-bilang
kalau aku penyair yang gagal

Medan,2010

Kapan,datang?

pedih beringsut sepi
kedalam lambung yang perih
menanak sekeping logam
masak dalam palung

jatuhlah darah dari kelopak
menabur luka di dalam rumah
kaca-kaca yang nyepi
dari serpihan patahan ilusi
: kadang nganga disalah arti

cermin menampak diri
lihat dada yang membubung
berkejaran menuju jantung

inilah waktu cermin akan pecah!

Padang/Ruang Gelap-2010

di Siang

epada Riyon dan Syafriadi
air mata itu telah jatuh
dalam pilu setumpuk batu
kemudian angin
menjadi debu selembar kain

air mata itu perlahan kusut
menjelma kemarau di sekujur tubuh
jendela,lebuh dan kayu pun ikut mengering
menggumpal dalam sepotong daging

di pintu
menagih janji
setiap kehilangan yang mengiba

Batu busuak,2010

Gigil Subuh di Patahan Tangkai Jam

Alif itu mulai lurus
Ketika aku mengeja selepas entah
Seperti mengulum petang
Agar pagi pun kembali

Belumlah sampai kepada hamzah
Aku sudah tergeletak di dalamNya
Telanjang. Bangkit dari putih tulang
Mengutuk malam sebab tak lagi panjang

Penghabisan kali itu sepi gemuruh
Kemarau mengeras di sekujur tubuh
Memekik ngeri mencekik kesunyian diri
Terjang. Melawan arus yang berlawanan

        -aku terlepas kemudian terbungkus kain hitam-

Alif itu semakin bergerak
Menuju suara yang serak
Di batang tenggorok
Sajak-sajakMu tersekat
Menghentak. Menembus gumam kusut
Pelarian bulan selepas malam
: Kisut bibirku mengupat dosa yang berlipat

Ajaklah lambai cemara
Di depan jendela
Lalu kubur harga sekantong noda
Biar mati membikin nisan tiada
Dari rumah ke rumah

       -aku tak mau sia-sia, sebila penjemputan itu tiba-

Alif telah lurus
Aku mengeja luas samuderanya
Menghela tiap detik deras hempasan getarnya
Dalam tubuh,jendela hingga sampai pada lebuh
Menunggu kabar diri terperangkap dalam rantau menuju pulang
Agar jelas musim telah megalami perubahan


: kitap akan ku tutup setelah hijrah kita akan berpeluk
Kepada Tuhan. Dendang subuh ini  akan selalu kumainkan


Padang,Ruang Gelap2 010


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More