"Aku Ada Pada Setiap Jengkal Katakata", waktu yang berjalan,~tidak ada sekian detikpun diciptakan untuk sebuah kesia-siaan, sebab Tuhan telah menjadikan segala sesuatu sebagai sebuah jawaban, ke arah mana kita akan menempuh, semua adalah pilihan yang akan kita tentukan sendiri-sendiri. kebetulan; barangkali ia adalah sebuah petunjuk yang disamarkan... By, Yori Kayama (YK)

Selasa, 28 Desember 2010

Siulan Masa Lampau

kulepas saja senandung ini
jika burung itu selalu berkicau
aku takkan berhenti sebelum
sayap patah dan diam untuk mengepak

di mana desah sekeliling kota
awal selalu saja rumpang
di kediaman silungkang
kain-kain itu terbang
menuju kaki singgalang
waktu tua yang hilang

kubuang saja gambar di dadamu
jika warna itu selalu menyerupaimu
bahkan aku takkan pernah diam
sebelum semua benar-benar patah
retak pada mataku
usang di ujuang rambutku

lalu apa nama akhir persinggahan
kalau kita pun enggan melingkar
melupakan ribuan sayap
lalu menanamkan kaki pada lubang waktu
kapan?

suara saluang menghentak
silungkang retak
singgalang tersentak
maka akulah penikmat patahan laju usia
: bahwa setiap lorong adalah sebuah kematian

siulan adalah mata buta melangkah pulang
Padang/2010

Kamis, 23 Desember 2010

Pepatah Minang Berguna Untuk Menbentuk Moral Manusia dan Masyarakatnya

Pepatah Minang Berguna Untuk Menbentuk Moral Manusia dan Masyarakat

“tak tahu di rundiang kato putuih
tak tahu di kieh kato sampai”

(tak tahu pada  rundingan kata putus
tak tahu  pada kiasan kata sampai)

“Arang lah tacoreang di muko,
aiklah sakuliliang badan
Lah cabiak baju di dado
Tak ka tatutuik jo tapak tangan”

(Arang sudah tergores di muka,
Aib telah sekeliling tubuh,
Telah robek baju di dada
Tak akan tertutup dengan telapak tangan).

“Kok indak ka manambah
jan dicinto mangurangi
Kok tak ado pitih balanjo,
elok usaho dipabanyak,
kok tak ado pulo usaho,
tolonglah urang jo bicaro,
panjangkan aka jo budi”

(Kalau tidak akan menambah
jangan dicita mengurangi
kalau tak ada uang belanja
baiklah usaha diperbanyak
kalau tak ada pula usaha
tolonglah orang dengan bicara
panjangkan akal dengan budi).

“Bukan salah bungo limbayuang
Salah dek banda mangulito
Buka salah bundo manganduang
Salah dek badan nan buruak pinto

(Bukan salah bunga lembayung
salahnya bamban manggelita
bukan salah bunda mengandung
salahnya badan yang buruk pinta)

“Lieklah mande dadak mande
Habih dikaih ayam sajo
Lieklah mande anak mande
Makan bakuah aia mato”

(Lihatlah bunda dedak bunda
habis dikais ayam saja
Lihatlah bunda anak bunda
Makan berkuah air mata).

Kok buyuang pai ka pakan
Iyu bali balanak bali
Ikan panjang bali dahulu
Kok iyo buyuang ka bajalan
Ibu — mande — cari dunsanak cari
Induak samang cari dahulu

(Kalau anak pergi ke pekan
yu beli belanak beli
ikan panjang beli dahuu
kalau bujang pergi berjalan
ibu cari dunsanak cari
induk semang cari dahulu).

Siriah naiak junjuangan naiak
Bari bajanjang kayu laban
Sansai baiak binaso baiak
Badan ang juo manangguangkan

(sirih naik junjungan naik                          
beri berjenjang kayu laban
sengsara baik binasa baik
badanmu juga menanggungkan)


oi mak oi
jikok tarserak kato di mufakat
lapeaan juo sasak nan ndak taganggam
kami basanda di baliak pintu ka rami
kami balari maningaan sagalo nan langang

oi sagalo seso nan malaraik
paciklah tampuak di ujuang mato
baok malewa ka nagari sabarang
junjuang mande ikuik mayubarang

kok laruik manimbun luko
simpan juo kadalam rimbo
kok simpang manyamak kapalo
putuih dandam salamo ko

BY :YK

Rabu, 15 Desember 2010

Tenggelam di Kedalaman Jarak

Kado untuk pertemuan pertama : Putri Meizaliani

1
memadangmu seperti gelisah awan
sewaktu kelak hujan membalik arah
tanpa rintik dan basah aku merangkai serak suara
pada jatuhan setetes, kembanglah mata

2
lamunan malam tak pernah melepas petang
menduakan kelam di titik penghabisan
antara kita benar-benar telah telanjang
terbaring dalam ranjang kepiluan
kembanglah mata pada jatuhan yang setetes

3
bulan tenggelam di ujung mata
jatuh berderai menjelma sepenggal jarak
serta langkah mengikat pada sebatang tonggak
hendak membinasakan nyanyian kecemasan
antara aku dan kau telah tenggelam
dalam mata air yang dangkal

4
memadangmu seperti gelisah awan
bergerak. serupa yang menjarak
termakan rayuan angin kepada siapa akan melangkah
menjadi arak seperti  mabuk menir dan puan
pulas. mengutuk hari  tak lagi panjang

mata air menggenang
sewaktu malam tenggelam
mengepung kami
di pintu penjagaan pagi

Padang/Ruang Gelap

Sajak di Awal Desember

Sajak-sajak Yk awal Desember

oleh Youri Kayama pada 13 Desember 2010 jam 21:02
Aku Dalam Penyair

aku dalam penyair adalah aku seperti di atas kapal
menari mengikuti jari-jari angin
sebentar-bentar aku bisa terlantar
diterpa gelombang lapar

aku dalam penyair seperti air di daun talas
bergoyang namun belum juga terbuang

sebelum di dulang maka aku takkan terlepas

aku dalam penyair
adalah aku yang hilang
dalam perjalanan menuju pulang
sebelum berlabuh aku sudah dikandaskan

Medan/2010

Catatan Seorang Pemula

bertahun-tahun aku menanam
tidak jua menemui parang
padahal ubi, hanya ubi
tapi tak pernah menjadi

bertahun-tahun aku mengukir
sepotong kayu yang bisu
tapi tak berbentuk
satu rupa, hanya satu rupa saja tak bisa

bertahun pula aku mengembara
mengukur sepanjang apa tubuh jalan
garis-garis yang menjalar
tak bersua, sepotong pun enggan singgah
sebab basah jalanan adalah basah mataku

Medan,2010

di Luar aku Lapar

satu biji aku timbun
dini hari
liar seperti dengau seekor sapi
lapar kehabisan susu pagi ini

sebuah lagi aku tabur
sepanjang jalan yang mengukur
pertemuan seakan menarik ulur
dini hari-pagi-dini hari

kemudian di jalan aku mengubur
semua yang kutabur
   biji sekarat
      tersiram hujan
         hingga mekar
- mengakar sepanjang abad-

Padang/2010

Celah

kegelisaan semacam perebutan
dari masa ke masa
antara ruang ke ruang
perebutan awal kegelisaan
umpama kain yang beterbangan
menjelma apa saja
usia liar, pun mata sama
mencari rahim yang hilang
: aku menindik celah di lidahmu

pergerakan seolah merisaukan
raut-raut yang kehilangan
serta jiwa seakan sakau
mendengar kabar dari rantau
bahwa kepulangan adalah sebuah kematian
untuk melangkah dari awal
:waktu-waktu yang diam

pertengkaran serupa laut dangkal
kemudian tangan menggali dalam-dalam
sebongkah tanah, sepotong usia
terperangkap di waktu sama

rahim yang semula lepas,akan segera di ikat

Padang/

Aku Bersembunyi di Medan

bung, aku bersembunyi di Medan
sebab di kampung aku gentar
dengan gunjingan orang tepian
mengatakan bahwa laut sebentar lagi membakar
gedung yang mencakar

bung, aku bersembunyi di Medan
sebab sebentar lagi kepala dipenggal
oleh nelayan yang tak dapat ikan
katanya mereka mencari tumbal
untuk jalan menuju sebrang

bung,di Medan aku sembunyi
aku malu pada birunya laut

sssstttttttttt....
diam bung, jangan bilang-bilang
kalau aku penyair yang gagal

Medan,2010

Kapan,datang?

pedih beringsut sepi
kedalam lambung yang perih
menanak sekeping logam
masak dalam palung

jatuhlah darah dari kelopak
menabur luka di dalam rumah
kaca-kaca yang nyepi
dari serpihan patahan ilusi
: kadang nganga disalah arti

cermin menampak diri
lihat dada yang membubung
berkejaran menuju jantung

inilah waktu cermin akan pecah!

Padang/Ruang Gelap-2010

di Siang

epada Riyon dan Syafriadi
air mata itu telah jatuh
dalam pilu setumpuk batu
kemudian angin
menjadi debu selembar kain

air mata itu perlahan kusut
menjelma kemarau di sekujur tubuh
jendela,lebuh dan kayu pun ikut mengering
menggumpal dalam sepotong daging

di pintu
menagih janji
setiap kehilangan yang mengiba

Batu busuak,2010

Gigil Subuh di Patahan Tangkai Jam

Alif itu mulai lurus
Ketika aku mengeja selepas entah
Seperti mengulum petang
Agar pagi pun kembali

Belumlah sampai kepada hamzah
Aku sudah tergeletak di dalamNya
Telanjang. Bangkit dari putih tulang
Mengutuk malam sebab tak lagi panjang

Penghabisan kali itu sepi gemuruh
Kemarau mengeras di sekujur tubuh
Memekik ngeri mencekik kesunyian diri
Terjang. Melawan arus yang berlawanan

        -aku terlepas kemudian terbungkus kain hitam-

Alif itu semakin bergerak
Menuju suara yang serak
Di batang tenggorok
Sajak-sajakMu tersekat
Menghentak. Menembus gumam kusut
Pelarian bulan selepas malam
: Kisut bibirku mengupat dosa yang berlipat

Ajaklah lambai cemara
Di depan jendela
Lalu kubur harga sekantong noda
Biar mati membikin nisan tiada
Dari rumah ke rumah

       -aku tak mau sia-sia, sebila penjemputan itu tiba-

Alif telah lurus
Aku mengeja luas samuderanya
Menghela tiap detik deras hempasan getarnya
Dalam tubuh,jendela hingga sampai pada lebuh
Menunggu kabar diri terperangkap dalam rantau menuju pulang
Agar jelas musim telah megalami perubahan


: kitap akan ku tutup setelah hijrah kita akan berpeluk
Kepada Tuhan. Dendang subuh ini  akan selalu kumainkan


Padang,Ruang Gelap2 010


Dalam Perjalanan Aku Menemu Pulang

Kenangan

Seorang gadis
berjalan menuju Ngalau

dalam selimut Musim
berganti jejak bergabut

berakhir pada helaan panjang
di bawah gua jiwa-jiwa

diantara nisan tiada.

YK,2010

Berhenti

Bulan memangku malam
menenggelamkan lelap
dalam mimpi meyambut pagi
      - terlalu dini-
seperti jarum menusuk detik
mati.

Medan,2010

Pulanglah
: Kepada Ruang Gelap

tulislah di dinding kamar
berapa lama jarak akan tiba
dan waktu akan menunggu

kemudian ukir di kayu pembatas
sebatas apa engkau meragu
sepintar apa penantian menunggu

bergegaslah. lalu coret kembali
di silang mana sebuah bangku akan patah
terjatuh, langkah akan dibunuh
ribuan pemburu dalam rimba waktu

tak mengenal nama
tak mendengar suara

pulanglah,
ruang tanpa nama ini masih terpaku
tanpa cahaya
meski jalan teramat gelap
namun di dada
darah itu mengalir pekat

ngaga ini telah merapat

Medan,2010

Sajak YK Hari Ini

Sebelum Pulang Kita ke Tuak Dulu

1
sepanjang jalan menuju Deli
kita tikam-menikam di atas trotoar
kepada bunga. sekuntum telah berdarah
melukai tubuh terbentur onggokan kayu
lapuk zaman mengulum waktu

2
tua badan menabur serpihan pilu
menusuk mata hinggapkan debu
kepada perih rintih manusia
tentang sekarat yang mengeluh
membawa ngilu sekujur tubuh

3
kita terus berjalan
sebelum sepotong langkah terpenggal
sebab di pasar telah mencibir bibi-bibir kicut
menanyakan di simpang mana akan kita beri nama
sebuah batu bersanding mesra
nama kita.akan keluar dilain waktu

4
batu-batu selalu bungkam
melihat tanah mengubur hujan
mata apa yang akan tersumbur
ketika hilang risau menjalar
: barangkali lepuh perlahan kaku

5
akhir segala cerita
kata bukanlah pelepas dahaga
pemuas kantong-kantong kosong
seperti bunyi gitar pecah
atau berladang di punggung kerbau
mematuk kutuk busuk
di alau lengau cemburu pula
tak disapa ketika perang

hujan akan mengakar dalam badan

6
tanah perlahan retak
kemudian pecah seperti merah muka
seperti sepasang mata
mengintip cahaya di ujung kantuk

setidaknya kerbau masih tetap sama

Medan,7 Desember 2010


Musim Semakin Liar

: Bungo Rampai dan Elis Tating

getar apa yang kurasa ini
semakin gelap semakin kencang debuk hati
mencari bulan tak tampak-tampak
serta keranda menjitak keluh
pada lebuh yang kusut

aku beri kau satu kecupan
dini hari aku elus setangkai edelwis
buat menyapa bibirmu yang terlelap
lelah. dikerumuni lebah liar

gaung rindu menusuk tubuh
ai,dengarlah serangkai kuncup yang layu

tau apa tentang manis
kalau lidah masih bertekuk
padahal pagi telah memanggil
gema subuh membasahi ruh

 tubuh tak pernah bersepakat

di jendela kemudian lihatlah
jelaskah engkau setangkai hujan
jatuh mengikis kaca
itu mata. jiwaku basah
di rimbun semak bara

akan kusandingkan nama kita
di pucuk aksara
menggapai luka yang membara

kata-kata akan kupaksa
membelah prahara
memasung prasangka

setelah terjatuh biarlah ia tumbuh

Medan,2010

Sajak Untuk Sahabat

Ada Sajak Untuk Sahabat ( di LIngkar pena kita berjabat )

oleh Youri Kayama pada 27 November 2010 jam 23:51
http://www.google.com/images?um=1&hl=en&biw=1350&bih=560&tbs=isch%3A1&sa=1&q=tangan&btnG=Search

Pisau Kata
: Moh. Ghufron Cholid

seperti sepi sepisau mata
dalam kata tikai menikai
ombak bergumam sepanjang jalan
kampungku
adalah tempat bernaung ikan-ikan

seperti sepisau sepi mata
dalam makna hela menghela
di Bangkalan kau bersuka-suka
ombakku menyapa
di tiap kelok yang kita punya
-selembar kertas dan secuil tinta-

sepi mata sepisau seperti
jalanan basah
pun mata sama
Bangkalan sua
ombak menjabat
lambatlambat kita melambat
: aksaralah yang memuja
tiap bait yang tercipta
tiap kita yang mengukir
dari tinta garam bergairah
                                                   -sudah-
mata seperti sepisau sepi
melebur
jiwa-jiwa yang lebur
blurrr...

Padang,2010                    

Keciprak di Senja Hari
: Elis Tating Bardiah

senja hari menari di rambut
ombak menepak gendang sepuasnya
melagu musim tak pasti
hujan-panas tak henti-henti
menciumimu di tanah sunyi
     tanah
     jalanku tak pulang-pulang
 lebam
mataku yang terbuang
: seperti ladang yang dulu kita tanam

senja hari menutup pintu rumahmu
ketika angin laut diam di bibir
bibir malam yang sebentar lagi pecah
: di gairah seusai kita bercinta
kata-kata sebelum kita di penggal

 Padang,2010


Gula

: Rachel Permana

Semut tengah berbincang
Ketika kita mencuri tumpukan gula
Di sisa cangkir punya mereka
Patahan-ptahan kayu hilang
Sekejap. Gigitan semut membekas
Di dadamu yang memerah
Sebab merah semut mulai meludah
Libido kian merancah
Membikin debuk pelarian kita
Sebelum pisah
Semut  buncah
Gula pecah
Hati lara
: nanti kubisikan saja padamu
Kalau gula itu aku curi untukmu

Padang,2010

 Melupa
: Nella S Wulam

pemuda pantai bermain teater
di trotoar duduk para tuantuan
membaca naskah,memecah lampu kota
kisah-kisah akan segera mulai
dukaduka segera terbengkalai
di pundakmu aku takkan memberatkan
mata Tanya kenapakenapa anda
meluka namun berpurapura
di rupa berisik ombak berisik
gemercik
reranting bisu yang kau petik
pemuda pantai selalu hapal jalan
menuju makam tempat kita
malam-malam ikan menerkam
setiap kisah basahan resah
         -tusuk gigi dan secangkir kopi-

Padang,2010

Catatan : sahabat yang lain akan menyusul  sebentar lagi
penaku tak sabar mengukir kalian semua. sebab rupa kalian
mengebat sekujur kata-kata,membuatku memuncak
ketika berada di peraduan gelap
-pikiran-pikiran manusia yang tak terbatas

YK,Ruang Gelap,2010

Sajak YK Untuk Bencana

Aku Mengundang Tuhan
:Untuk Wasior


 maka dalam tangis yang panjang
itu tersumbat  sebuah sesak larut
menghentikan sejenak pernafasan hidup
dan menahan langkah melaju pada ketiakmu
hai,jangan halangi aku untuk menembus langit
biar sekalian aku pecah dengan teriakkan
anak-anak bumi yang telanjang bungkam
meratapi tulang-tulang berserakan
maka berikan aku sebuah tangan
biar kuajak bersalaman dan menari untuk kesakitan

sekali lagi hai...jangan hentikan aku berlari
karena ini sisa terakhir dalam jantung
maka biarkan aku sampai pada Tuhan
menanyakan kabar di negri ini
apakah telah dikutuk umpama patung
lalu dipatahkan jadi serpihan-serpihan tanggung
ha,tenanglah para perapung
jangan murung,sebentar lagi tuhan akan datang
karena Ia telah aku undang

:maka sediakan bangku di sebilah lukamu
dan asahlah belati jika sewktuwaktu kau hendak mati

YK Padang 2010


Dengkuran
 Kepada  merapi


di tidurku yang terlalu dini,aku selalu berharap untuk datangnya pagi.menunggu kau seperti biasa menyiapkan secangkir susu dan sepotong roti.kemudian segera kuceritakan tentang hatiku yang telah berdarah,serta burung-brurung kecil yang terluka kini telah jadi serpihan sampah.

di tidurku yang terlalu dini,sama sekali aku tak melihat wajahmu di negri mimpi,yang tersisa hanya rerapihan kursi dan meja makan untuk nanti sewaktu pasang pun berdarah,bahkan kota-kota yang telah kau bangun itu bernanah,menimbulkan bau busuk di tepian rumahku.

di tidurku yang terlalu dini,hanya sepasang mata ibu yang masih menggerik.liar bolanya mencari-cari tangisan paling bungsu  diantara rerimbun tubuh manusia

di tidurku yang paling dini
menggumpal aku
dalam darah perawannya

YK Padang 2010


Lagu Sepotong Kayu
kepada Mentawai


lagu sepotong kayu bukanlah lagu bapak ber-jas yang bertamasya riaria ke negara tetangga
tapi lagu pedih larilari di pematang ombak,mengejar perih ringkih sekujur tubuh
mati nyanyian pilu setiap kelok yang berhimpitan dengan ribuan mata penyuluh
lalu ombak merahpadam menggendong tulang bayi yang tertidur pulas
      - malasmalas : dasidasi petinggi pun belum tuntas-
lagu sepotong kayu adalah luka mata ibu terkena serpihan sembilu
menarinari di balik genangan puluh ribu air mata jejaka
menyeret derita kepada pelita rumahrumah pecah
         -sendiri meski tulang tulang berduri-
maka lagu sepotong kayu bukan lagu bapak ber-jas sedang berpesta
tapi lagu kampung ikan yang tenggelam
dan pukatpukat menjerit kelaparan
rindu aroma nasi pantai dan wangi gulai
:menyantap sebelum malam dan laut bersepakat
tentang Tuhan ; jalanan desa yang berkarat

Mentawai,2010
      




BIODATA PENYAIR 

Nama lengkap Yori Kayama,lahir pada tanggal 1 Mei 1990 di Pasar Lakitan Kec  Lengayang Pesisir Selatan biasa dipanggil di dunia kepenulisan dengan sebutan YK,aktif menulis sejak duduk di bangku SMA namun tak pernah dipublikasikan. Sekarang sedang berkuliah di Sastra Indonesia Universitas Andalas Padang. Juga menulis di blog pribadi, http://sajakkata.blogspot.com/ dan http://yourikayama.wordpress.com/ kemudian aktif di beberapa komunitas baik teater maupun kepenulisan.dan juga mendirikan Komunitas sendiri yaitu Ruang Gelap.  selain itu saya juga pengurus dari IMABSII(Ikatan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Se Indonesia) dengan jabatan ketua department Dana dan Usaha

Siapa,saya,dia atau kau?

untukmu  di dalam jeruji diri
pada sang protes yang terhormat
maaf hari ini saya  terlambat tidur
sebab dimalam saya sibuk menonton televisi
beritaberita aksi mecumbu tiap kepalan besi
bakal disebut dan dipujiguji



maaf hari ini pun saya terlambat bangun
sebab televisi padam
dihantam ombak dan terumbuh karang
saya pun heran dari mana datang ombak
mungkin saja dari imajiiamji yang terbuang
atau dari mimpi seorang pembual
siapa? dia,saya atau kau..

kepada sang pembual yang terhormat
sungguh siaran di rumah saya lambat-lambat
banyak semut yang menyumbat
hingga berita-berita pecah di muka rakyat
jadi asut kusutkusut menyelimut
sebenarnya siapa?
berani mengobral padahal enggan menjual
saya,dia atau kau saja
: yang mengusai jalanan

kepada sang penguasa jalanan
maaf saya lancang berdiri di trotoar
atau jalanan yang kau sebut Tuhan
idola setiap anggapan sebuah jabatan
di depan makanya kau seolah pemenang
perebut kuasa perempuan-perempuan tua
lantas,siapa?
masihkah saya,dia atau lebih baik kau mengaku saja

ai,kalian sang kumpulan penguasa
berdiri di tiap-tiap derita
tiap-tiap berita
tiap-tiap cerita
sudahkah kau merasakan luka
di tiap pula goresan darah mereka
: yang kau sebut hina padahal tiada

pada segala sang yang berkeliaran

saya mohon maaf telah berkata-kata
sebab saya, itu yang bisa
daripada kalian menelan peluh
lebih baik di rumah
menyapu halaman-halaman buat tidur kepala
atau seperti saya
menulis puisi saja
: menerkam sesiapa yang menjilat sisa

YK,Padang,22 Nov 2010

Pemuda Merah Bagi Para Demonstran

:kado buad Mahatma Muhammad,selamat atas prestasinya

jangan lalulalang saja para demonstran
sebab di jalan banyak daun pisang
hujan,di matamu karam
petinggi sunsang
       cukup huruhara saja
       dikamarkamar merajalela
       kertaskertas mata petuah yang lelah
       jadi kambing hitam jalanan Ibu kota
pemuda menarinari dibising jejak derita
tukang sampah hanyalah alasnya
tempat bercarutmarut yang dikatakata
        penguasa-pengusa
         serapah:serakah
                durja
jangan mundar-mandir saja,Hai
tak pasaipasai melukai  lekuk perisai
dada bung  yang membusung
dalam galon pendemo bayaran
ujung matamata meremah murka
uang diterima luka menganga
                  bung,dari pada bikin onar di kotakota
                           lebih baik mengaji di gedunggedung pemerintah
                                       baca puisi di barbar penguasa
                                            atau berlari sekencangkencangnya
                                       biar memar memecah pusara
                                                serakah;serapah   
janagan       lalu      lalang saja demonstran
biar tak lemah jadilah pemudah merah
riaria gembiragembira
satusatu kita berpegang teguh
dalam tubuh ibukbapak guru
lalu di rusuh kita berpacu
   :jadi pemuda peminum susu
    bukan bikin ricuh

YK,Lakitan,2010

Jumat, 26 November 2010

Perubahan Iklim Dari Rezim ke rezim 1962-1992 ( Pekerja Tetap Menderita)

Kritik Sastra
Perubahan  Iklim dari rezim ke rezim 1962-1992
Para Pekerja Tetap Menderita
Oleh : YK


Lagu Pekerja Malam
: Goenawan Muhamad

Lagu pekerja malam
di sayup-sayup embun
Antara dinamo menderam
Pantun demi pantun
Lagu pekerja malam
Lagu padat damai
Lagu tak terucapkan
Jika dua pun usai
Tangan yang hitam, tangan lelaki
Lengan melogam berpercik api
dan batu pun retak di lagu serak:
Majulah jalan, majulah setapak
Nada akan terulang-ulang
dan lampu putih pasi:
Panjang, alangkah panjang
Dini hari, o, dini hari!
Lagu pekerja malam
Lagu tiang-tiang besi
Lagu tak teralahkan
Memintas sepi
[1962]


E d a n
: Wiji Thukul
sudah dengan cerita mursilah?
edan!
dia dituduh maling
karena mengumpulkan serpihan kain
dia sambung-sambung jadi mukena
untuk sembahyang
padahal mukena tak dibawa pulang
padahal mukena dia taroh
di tempat kerja
edan!
sudah diperas
dituduh maling pula

sudah dengan cerita santi?
edan!
karena istirahat gaji dipotong
edan!
karena main kartu
lima kawannya langsung dipecat majikan
padahal tak pakai wang
padahal pas waktu luang
edan!
kita mah bukan sekrup

1992

Catatan :

Puisi Lagu Pekerja Malam

Titimangsa pembuatannya sedikit banyak bisa menjelaskan genesis –jika bisa disebut demikian– sajak “Lagu Pekerja Malam” ini. Ditulis pada 1962, sajak ini lahir di tengah pasangnya kampanye revolusi ala Demokrasi Terpimpin-nya Soekarno. Hasrat besar Soekarno pada revolusi, yang ia bayangkan sebagai “simfoni yang menjebol dan membangun”, terejawantah dalam praktik mobilisasi massa, mula-mula kampanye pembebasan Irian Barat dan berlanjut kampanye “Ganjang Malaysia”.
Dalam esai berjudul “Afair Manikebu, 1963-1964″, Goenawan Mohamad menulis:

Di tengah gemuruh seperti itulah [Orwell akan menyebutnya sebagai "a continuous frenzy"] ada kesediaan yang tulus, meskipun barangkali naif, dari banyak penulis –dengan pelbagai kecenderungan aliran politik mereka– untuk membuat karya-karya yang berpaut dengan “tanah air” atau “massa rakyat”. Sajak-sajak liris, yang “subyektif”, dengan sendirinya seperti kehilangan peran, atau susut ke latar belakang.

Salah satu sajak yang saya tulis dari masa itu, misalnya, adalah “Lagu Pekerja Malam”. Cerita pendek terkemuka waktu itu ditulis oleh Bur Rusuanto, dengan latar belakang para pekerja di perusahaan minyak, yang kemudian dikumpulkan dalam Mereka Akan Bangkit. Hartojo Andangjaja, seorang penyair dan penerjemah puisi yang menurut saya lebih kuat ketimbang Trisno Sumardjo, menerbitkan ode yang cukup panjang dengan judul “Rakyat”

Dari Segi Bunyi

Dalam puisi bunyi bersifat estetik, merupakan unsure puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi ini erat hubungannya dengan anasir-anasir musik, misalnya: lagu, melodi, irama, dsb. Bunyi disamping hiasan dalam puisi, juga mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dsb (Pradopo, 1987:22).

Menurut teori simbolisme (Slametmuljana,1956:57) tiap kata itu menimbulkan asosiasi dan menciptakan tanggapan di luar arti yang sebenarnya. Hal ini dapat diusahakan dengan gaya bahasa. Jalannya ialah mengarahkan puisi sedekat-dekatnya kepada rasa saja. Apapun yang dapat ditangkap panca indera ini hanyalah lambang atau bayangan kenyataan yang sebenarnya. Kenyataan sebenarnya ini tidak dapat ditangkap panca indera. Barang-barang ini hanya dapat memberi saran kepada kita tentang kenyataan yang sebenarnya.

Pada puisi Goenawan, LAGU PEKERJA MALAM, menggunakan pola bunyi sebagaimana terdapat di pantun. Hal itu dapat ditemukan antara lain pada panduan bunyi /m/ pada larik lagu pekerja malam, dengan /m/ antara dynamo menderam, dan paduan bunyi /n/ pada larik di sayup-sayup embun dengan /n/ pada larik pantun demi pantun. Goenawan dalam puisi tersebut memang seperti sedang berpantun dan pantun itu mempengaruhi cirri puisi “Lagu Pekerja Malam”. Akan tetapi, pengaruh tersebut tidak mengubah karakteristik teks itu sebagai puisi. Goenawan Muhamad dalam puisinya. tersebut mengisahkan para pekerja malam dengan bahasa yang tidak banyak kiasannya

Memang pada puisi lagu pekerja malam ini terlihat sekali pengarang menciptakan kata-kata yang mudah dicerna dan sederhana seperti “tangan hitam,tangan lelaki/lengan melogam berpercik api/dan batu pun letak di lagu serak:majulah jalan,majulah setapak”dari kata-kata tersebut Goenawan Muhamad mengajak pembaca bahwa betapa menderitanya menjadi seorang pekerja malam,dan yang dikatakan pekerja disitu adakah sosok seseorang yang berkelamin laki-laki sebab di puisi itu ia jelas berterus terang hanya permainan letak kata yang dimainkan oleh pengarang.

Namun kalau dihubungkan antara puisi dan pernyataan Goenawan sendiri bahwa ia secara tak langsung menggunakan latar seorang pekerja minyak padahal dari puisi tersebut tak adanya penggabaran secara jelas tentang hal tersebut,menurut saya pada puisi Lagu Pekerja Malam itu sendiri sebenarnya menggambarkan tentang pekerja tambang yang saya tangkap dari kutipannya “lengan melogam berpercik api” dan pada puisi itu pun Goenawan memberikan sebuah semangat baru kepada para pekerja seupaya tetap melaju dan tidak patah arang.

Adapun menurut saya kelemahan-kelemahan dari puisi Lagu pekerja Malam ini adalah belum klopnya beberapa kata untuk penyampaian yang pas dalam penyajian puisinya seperti “ antara dinamo menderam/pantun demi pantun”disini terjadi suatu penegasan yang pada hakikatnya kurang tegas,mengapa demikian, Goenawan menjelaskan bahwa pekerja malam itu tidaklah enak,tersiksa layaknya dinamo yang menderam atau yang saya tangkap sebagai gumam atau mengupat seperti deramnya dinamo,nah seharusnya penulis harus melanjutkan semua itu, menegaskan. jadi persoalan masuknya kata” pantun demi pantu” tidaklah suai sebab pantun demi pantun merupakan rasa yang harmoni sedang para pekerja pada waktu itu tidaklah harmoni namun sebaliknya,menderita.

Mungkin itu kekurangannya menurut pemahaman yang saya ketahui  

Nah,sekarang kita bandingkan dengan puisi Edan karya Wiji Thukul

Thukul bergerilya. Di tahun-tahun yang panas sebelum Soeharto runtuh, Thukul menghindar dari kejaran rezim ke Kalimantan. Dalam hidup yang ala kadarnya, perlawanan ia jalankan dengan cara klandestin, merayap, dan membangun kontak rahasia.

Dari satu kota ke kota lain, dari Jakarta, Tangerang, Solo, Surabaya, hingga Ngawi, Thukul hadir dan terlibat. Dalam ziarah itu, ia bertemu banyak buruh, petani, kaum miskin kota, dan kaum gembel lainnya. Segendang mereka menuntut hak-hak yang telah dirampas. Sepenarian mereka melawan rezim yang menihilkan kemanusiaan.

Tampak dari puisi ini Thukul dan Goenawan Muhamad memiliki kesamaan dalam hal isi teks namun dari sudut pandang yang berbeda,dimana Goenawan menceritakan dari sisi sosok lelaki yang bekerja disebuah tambang yang merasa lelah dan tersiksa.sedangkan Thukul menjelaskan tentang nasib sekumpulan wanita yang menjadi pekerja namun selalu disiksa seorang majikan terlihat dari kutipan puisi tersebut “sudah diperas dituduh maling pula” saya disini memiliki pemahaman bahwa kata diperas mempunyai arti yang sangat luas,bisa dikatakan pekerja perempuan itu gajinya tidak bayar,atau terjadi pelecehan-pelecehan seksual.

Dari kedua puisi tersebut tampaknya puisi Wiji Thukul tetap hidup dari zaman ke zaman sesuai isi di dalam teksnya sendiri,megapa saya mengatakan demikian,sebab Thukul sangat pintar memilih tema dan pemaknaan,tanpa kita sadari apa yang disampaikan Thukul sampai saat ini masih sering dijumpai,seperti cerita santi dan mursilah yang dikatakan Thukul.bahkan pada saat ini isu tersebut sedang hangat.
Contoh kalau kita telaah lebih luas lagi puisi thukul bisa dikatakan pula sebagai penderitaan seorang TKW yang bekerja kemudian disiksa,ini terbukti isu yang ditawarkan Thukul dalam puisinya tetap hidup dari zaman ke zaman.

Nah,tidak pula luput dari kelemahan dalam puisi Edan ini saya juga mendapati kelmahannya yaitu dalam kata,ada beberapa dalam puisi Edan ini kurang bijak menurut saya,entah kenapa saya sangat terganggu pada cerita santi yang main kartu tidak pakai wang,kembali kita ke persoalan estetika dalam berbahasa, nama santi adalah ditujukan sebagai pekerja wanita,meskipun penulis menyajikannya hanya untuk meluapkan emosi yang tidak berterima akan gaji-gaji yang dipotong atau pekerja yang di PHK, namun penulis harus pintar memposisikan dalam mempergunakan kata. Kita sendiri tau letak posisi perempuan dan bagaimana kodratnya,perempuan seharusnya tidak main kartu meski tak pakai wang,dari segi moral itu akan menimbulkan dampak negative ,melalaikan pekerjaan,toh ketika asyik bermain maka pekerjaan akan terlupakan. Jadi mungkin dari sanalah kebijakan kata harus diperhatikan.

Itulah penilaian saya terhadap dua karya yang menurut saya sangat berpengaruh sampai saat ini meskipun waktu dan zaman terus berganti tampaknya penderitaan para pekerja belum akan berhenti,sampai sekarang.

Sumber : dari berbagai sumber dan pemahaman pribadi tentang sastra

Rabu, 24 November 2010

Lembar Yang Hilang


:Puisiku yang malang

di kamar berdiri manusia-manusia besi
menatap lemari-lemari buku
gantungan baju yang sedari tadi hanya bisu
aroma wiski mengalir di tiap-tiap jengkel
membikin gelap perempuanku
ai,wajah-wajah besi yang mengunci
di pentilasi rumahrumah beku
di Kayukayu kaku
menempel biji mata
mata puisi perempuan tua
menyendiri di kelabut usia
menderam,mendengkur di liku buku
manusia besi pun kakukaku
mendeguk wiski,menelan biji puisi

di kamar berdiri manusia-manusia besi
menunggu instruksi
patahan-patahan ilusi
: biar wajah sedikit berkusik
di tiap hari yang mengusik

Padang,2010

Selasa, 23 November 2010

SOSOK YK





Hidup haruslah bergerak
seperti dinamo-dinamo mesin
semakin hari 
semakin kencang kita harus berlari
sebab dijalan banyak harimau-harimau ngeri
menelan daging-danging sepi
hidup haruslah beranjak
dari satu tepi ke tepi lain
semakin malam
rumah-rumah harus diberi atap
sebab di luar musim-musim tak jelas
menjerat matamata lembab

hidup harus membunuh
karakter lain yang tumbuh

Senin, 22 November 2010

KREDO TENTANG TUBUH

Add caption
"MENGETUKMU"

tak cukup seperti sebatang rokok
atau seperti candu kopi

sebab,aku mencintaimu lebih

(YK,Padang,2010)

MEMASUKI!
seperti menanam paku pada papan kelabu yang kau gurat senandung isak dan rindu lebih dari menana beras di tungku pun mendidihkan sayur labu, setelah bermalam di sange ku
sebab, cinta itu lauk, sebelum kenyangku

(Bunda Djibril Djuhra,Medan)


‎"MEMBUKA"
di api kita berpacu panas
sedangkan di tungku kau memanaskan kopi
menyerap aroma ke danging dan tulang
ingat, lauk tak cukup untuk seonggok rayuan

sebab di piring sudah membuka rasa : menggumpal di rindu perjaka
(YK,Padang)

‎"MENDIDIH"

jeruji nadi kian perih, kurebus malam bersama duster basah keringat simbah sudah resah di dadamu yang sajak sebatang
pagi mandikan airmata, dan ujung rambutku pecah
malam itu, RENDAH nada irama BELANTARA

(Bunda Djibril Djurha)

"MASAK"

diramuramu dalam panci,ketika mendidih lau masak "KAU" di dadaku,bukan jadi sajak tapi puing-puing rindu yang semakin menggebu sebab,diakhir aksara aku mengunci tubuhmu,nona..
(YK,Padang)

"TAJID" *

sudah seruas jari kau kuukur kau, kelak tak mungkin sedalam ini kularut. tapi laut tumpah memapah bui, dan kita merenang, sebelum tepi menunjuk peluang. maka, dengan itu kubiarkan kau matang meski tunggku bara, mengerak kau pada sisa rongga, di mana kau sempat mengisak sebelum pandai kau merangkak
AKu, terkunci? bukankah kunci tlah kau curi? (tak tau aku menyebutmu apa... biarlah gerimis dewasa!)
*tajid, nasi yng tak matang

(Bunda Djibril Djurha,Medan)


"Aku Kunci dan Aku Cukupkan"sementara musim sedang malas berkatakata,karena ia tak mau mencipta gerimis,sansai,alam tahu benar aku tak pernah pasaipasai,mengecupmu walau hanya sebatas tajid namun kau kusantap dalam hidangan pagi buta,biar ...kau lupa kalau kunci sudah kupatah,kemudian kau tetap dalam ruang yang terkunci,lebih baik aku cukupkan saja : meremah sebelum musim gugur itu tiba.
(YK,Padang)


"MENANAM DOA DI DADAMU"

tak lagi bismika amut ku hembuskan di ubunmu, karena kau telah lelap tanpa doa, memutar ringkih kota sayang, kini nafasmu menggelut nafasku, seperti memahar malam dengan sebentuk cincin bulan dan hampir sedalam palungku, kau isi kosong yang menghamba pada keriputku adakah yang lebih ibu dariku? semoga tidak. karena jika ia, ku benam belati di belahan dadanya yang masih membekas pagutan merah mudamu lalu aku menggantung mimpiku, dan melebur sebelum embun meluluh di daun pagimu
KAU! ringkuk DOA bersama kejang jari-jariku, setelah teriak subuhmu!

(Bunda Djibril Djurha.Medan)



"AKHIR"

sebab mengapa aku mengetukmu maka seringseringlah bertanya kepda Tuhan dan malam yang membuat kita terjerembab salam dan kita memanjat satu kata dalam doa "AMIN"
(YK,Padang)


"LEKAS"  

keluarlah, lepaskan amarah pada telaga subuh menunggu ku di sujud berikutnya, tanpa tasbih, aku menggulir airmata.. untuk cinta yang BARA menungku resah di dada
(Bunda,Medan)

YK,Pdang 2010


Sabtu, 20 November 2010

Sajak Musim

Sedangkan Kau Juga Menikmati Ciuman Kekasihku
:bergegaslah mengenakan mantel itu

Sore ini di televisi gempar mengabarkan cuaca pada malam hari akan terjadi badai kencang dan hujan lebat,namun pesan singkatmu lagilagi masuk, hpku tiap sebentar berbunyi dan meninggalkan namamu di atas gelapan kaca.usahamu merayuku sungguh luar biasa hingga kita melanjutkan perjalanan ke sebuah ruang di mana hujan tak bisa bertandang,konon katanya kau telah memagari sebelum pesan terakhirku terkirim.
Kemudian di setengah usia waktu aku menyuruhmu mengenakan sebuah mantel berwarna hijau,kalaukalau nanti benar apa yang dikatakan televisi bahwa isu itu bukanlah sebuah kepalsuan belaka.bunga-bunga perlahan berlari menjarak dari sebuah rumah tua menuju perpulangan punah :dimana kita akan dikalahkan oleh segerombolan hujan.
Pohon ditepian jalan telah berusaha mengejar setiap jejak kita,ia ingin kita berhenti sebelum gugur serpihan ranting diterpa angin,harusnya kau ingat pula apa kataku sebelum kita memutuskan untuk melangkah “tenang kecemsanmu dan kecemasanku sama,namun itulah penantian panjang yang kumimpikan yaitu bertemu dengan kekasih pertamaku,jauh sebelum aku mengenalmu dia sudah duduk di bangku deretan depan” maka takkan ada lagi kecemburuan di matamu,bukan?
Televisi,deretan usia beserta pohon yang telah menegur seakan memberikan sebuah clue untuk kita bahwa di luar telah banyak gunjingan mengatakan bahwa kau akan mati di bibirku pada hentakan pertama jika petir pun mengetahui betapa cemburu kau kepadanya.
Lagi-lagi kau di beri tanda,teriakan semut yang menusuk gendang telingamu memerintahkan mantel itu segerahlah kau pakai,jangan sampai siasia membujukmu untuk mengencangkan garut pada sekujur tubuhmu : dan pada waktu usia kepulangan kita kau hanya sibuk dengan sengat yang membuat bibirmu menggerutu.  
Maka di televisi orang-orang laut mengabarkan gelombang pasang akan naik 6 meter lebih tinggi dari biasanya,sedangkan orang gunung masih setia dengan gunjingan purba yang bila musim menua, akan terjadi penyumbatan dalam rongga hidung menyebabkan bengkak di bingkai kisah tangkuban perahu.
Jadi apa yang harus kita perbuat ketika pesan singkatku ada yang tak terkirim waktu kau merayuku “sayang jagan lupa memakai mantel,kalau kau memang ingin melanjutkan pernikahan denganku,sebab biarkan itu menjaga cemburumu ketika kelak televisi itu mengabarkan bahwa kedatangan kekasih pertamaku akan segera sampai di ambang penantian lalu :   kaupun tau dua tahun lalu dia tak pernah menumpahkan basah lagi di dadaku.




Sepasang Sayap pun telah Sampai

dua tahun lalu kita menjengguk ibu
yang sendiri menguntai di sebuah kursi goyang
jendelanya masih saja ia buka
katanya  menunggu sepasang burung untuk kembali
menghadiahkan sepasang sayap juga untuknya
biar ibu pun bisa terbang tinggi mengangkasa
mewujudkan mimpi yang selama ini tertunda
yaitu menjemput ayah di kegelapan usia

tahun ini kita kembali berkunjung ke rumah ibu
namun ia tak mengucap sepatah kata kepada kami
tak juga menagih janji yang dulu sempat ia bawa mimpi
mengapa ibu,pikir panjang dan menguncang badan ibu
lalu ia berkata”ayahmu semalam telah menemuiku katanya
besok ia ingin mengajakku ke rumah barunya yang kemarin ia
bangun di tepi jurang nan serba hitam,dan aku pun menyetujui
untuk sebuah kesepakatan yang telah kami buat berdua”
oh anakku maka tahun depan jika kau kesini
maka tutuplah jendela ini,karena aku tak sanggup lagi
menyantung kunci yang menempel di kayu itu



lalu tahun ini pun kita menjengguk ibu lagi
namun tak terlihat senyum itu
hanya ada kursi yang bergoyang dengan sendirinya
kemudian patahan kayu jendela seperti serbuk
mirip gigitan kumbang pada tubuh kayu
aku mengerti dengan pesan ibu tahun lalu
bahwa ia telah dikirimkan sepasang sayap secara diam-diam
oleh ayah agar mereka bertemu di ranjang yang sama
:dengkuran panjang tak ada batasnya



Tangkai Hujan

Aku nikmati rambutmu bersama wangi kekasih
kutawan keseksianmu dalam perangkap keperjakaanku
kemudian perawanmu kujadikan basahan kental di tubuhku
dan kekasih memasang kudakuda cemburu yang memilu

Aku sebut lagumu dengan ungkapan cinta terhadapku
walau kekasih lebih dulu menjamah
takkan kurang pula rinai mengebat di bulu-bulu perindu
tanda musim keintiman telah melajang
di balik putih awan tersiram merah muka kekasih

Lalu aku akan bersikap  tak mau tahu
biarlah pria-pria bermantel itu
 menyangkaku sedang kasmaran
dan kekasih mulai membuat garis batas dengan darahku
hingga kita pun bebas berbulan madu dengan nyanyian gemuruh
:nyanyian merdu

Kunikmati candu kulitmu
Bak kayu manis yang telanjang di tepian kering



Berkabung di Balik Keranda

pagi ini aku kembali kau gagalkan
mencari cara untuk menuju kakimu
dan hampir setiap saat aku di penggal
baik pada kata maupun rasa
maka pada saat kau menghalangiku
aku segera menulis sajak protes
biar impas kecaman kita
yang berlarut-larut kau peram di lambungku
menjadi alasan aku tak pernah sampai di jantungmu
aku tak pernah hadir di ruang kerjamu

Pagi ini aku terpaksa meloloskan kehadiran
Kerena kau selalu datang bergerombol
Membidik liar di sepanjang jalanan
Dan menempel di pori-pori bumi

Pagi ini
Kau mengundang aksi demo
Para cacing dalam perutku




Embun Pagi

;Nella S Wulan

kutulis sebuah syair beningan kalbu
pada jajaran hening yang melahap pilu
lagilagi haru yang menggebu
menata embun di kalangan subuh

tentu kau lupa dengan  sebuah kuasa
mengatur tahta di kedalaman butiran
yang ragu,apakah itu jernih atau bukan
mungkin saja muram yang berlalu lalang
kemudian menapak di sekuntum melati
jadi perih gelinangan hati

kuukir sebatang awan lagi
jadi rupa menyentuh sesukaku
ya,andai saja ia menetes di mata
entah apa yang bakal membuka
di sebuah peretemuan yang entah
"menurutku liar mata-mata itu tlah membidik lagit"

YK, ,Padang, 2010






Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More