"Aku Ada Pada Setiap Jengkal Katakata", waktu yang berjalan,~tidak ada sekian detikpun diciptakan untuk sebuah kesia-siaan, sebab Tuhan telah menjadikan segala sesuatu sebagai sebuah jawaban, ke arah mana kita akan menempuh, semua adalah pilihan yang akan kita tentukan sendiri-sendiri. kebetulan; barangkali ia adalah sebuah petunjuk yang disamarkan... By, Yori Kayama (YK)

Rabu, 15 Desember 2010

Sajak YK Hari Ini

Sebelum Pulang Kita ke Tuak Dulu

1
sepanjang jalan menuju Deli
kita tikam-menikam di atas trotoar
kepada bunga. sekuntum telah berdarah
melukai tubuh terbentur onggokan kayu
lapuk zaman mengulum waktu

2
tua badan menabur serpihan pilu
menusuk mata hinggapkan debu
kepada perih rintih manusia
tentang sekarat yang mengeluh
membawa ngilu sekujur tubuh

3
kita terus berjalan
sebelum sepotong langkah terpenggal
sebab di pasar telah mencibir bibi-bibir kicut
menanyakan di simpang mana akan kita beri nama
sebuah batu bersanding mesra
nama kita.akan keluar dilain waktu

4
batu-batu selalu bungkam
melihat tanah mengubur hujan
mata apa yang akan tersumbur
ketika hilang risau menjalar
: barangkali lepuh perlahan kaku

5
akhir segala cerita
kata bukanlah pelepas dahaga
pemuas kantong-kantong kosong
seperti bunyi gitar pecah
atau berladang di punggung kerbau
mematuk kutuk busuk
di alau lengau cemburu pula
tak disapa ketika perang

hujan akan mengakar dalam badan

6
tanah perlahan retak
kemudian pecah seperti merah muka
seperti sepasang mata
mengintip cahaya di ujung kantuk

setidaknya kerbau masih tetap sama

Medan,7 Desember 2010


Musim Semakin Liar

: Bungo Rampai dan Elis Tating

getar apa yang kurasa ini
semakin gelap semakin kencang debuk hati
mencari bulan tak tampak-tampak
serta keranda menjitak keluh
pada lebuh yang kusut

aku beri kau satu kecupan
dini hari aku elus setangkai edelwis
buat menyapa bibirmu yang terlelap
lelah. dikerumuni lebah liar

gaung rindu menusuk tubuh
ai,dengarlah serangkai kuncup yang layu

tau apa tentang manis
kalau lidah masih bertekuk
padahal pagi telah memanggil
gema subuh membasahi ruh

 tubuh tak pernah bersepakat

di jendela kemudian lihatlah
jelaskah engkau setangkai hujan
jatuh mengikis kaca
itu mata. jiwaku basah
di rimbun semak bara

akan kusandingkan nama kita
di pucuk aksara
menggapai luka yang membara

kata-kata akan kupaksa
membelah prahara
memasung prasangka

setelah terjatuh biarlah ia tumbuh

Medan,2010

0 komentar:

Posting Komentar

Jika Sudah Berkunjung, Kasih Koment Nya...

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More