Sebelum Pulang Kita ke Tuak Dulu
1
sepanjang jalan menuju Deli
kita tikam-menikam di atas trotoar
kepada bunga. sekuntum telah berdarah
melukai tubuh terbentur onggokan kayu
lapuk zaman mengulum waktu
2
tua badan menabur serpihan pilu
menusuk mata hinggapkan debu
kepada perih rintih manusia
tentang sekarat yang mengeluh
membawa ngilu sekujur tubuh
3
kita terus berjalan
sebelum sepotong langkah terpenggal
sebab di pasar telah mencibir bibi-bibir kicut
menanyakan di simpang mana akan kita beri nama
sebuah batu bersanding mesra
nama kita.akan keluar dilain waktu
4
batu-batu selalu bungkam
melihat tanah mengubur hujan
mata apa yang akan tersumbur
ketika hilang risau menjalar
: barangkali lepuh perlahan kaku
5
akhir segala cerita
kata bukanlah pelepas dahaga
pemuas kantong-kantong kosong
seperti bunyi gitar pecah
atau berladang di punggung kerbau
mematuk kutuk busuk
di alau lengau cemburu pula
tak disapa ketika perang
hujan akan mengakar dalam badan
6
tanah perlahan retak
kemudian pecah seperti merah muka
seperti sepasang mata
mengintip cahaya di ujung kantuk
setidaknya kerbau masih tetap sama
Medan,7 Desember 2010
Musim Semakin Liar
: Bungo Rampai dan Elis Tating
getar apa yang kurasa ini
semakin gelap semakin kencang debuk hati
mencari bulan tak tampak-tampak
serta keranda menjitak keluh
pada lebuh yang kusut
aku beri kau satu kecupan
dini hari aku elus setangkai edelwis
buat menyapa bibirmu yang terlelap
lelah. dikerumuni lebah liar
gaung rindu menusuk tubuh
ai,dengarlah serangkai kuncup yang layu
tau apa tentang manis
kalau lidah masih bertekuk
padahal pagi telah memanggil
gema subuh membasahi ruh
tubuh tak pernah bersepakat
di jendela kemudian lihatlah
jelaskah engkau setangkai hujan
jatuh mengikis kaca
itu mata. jiwaku basah
di rimbun semak bara
akan kusandingkan nama kita
di pucuk aksara
menggapai luka yang membara
kata-kata akan kupaksa
membelah prahara
memasung prasangka
setelah terjatuh biarlah ia tumbuh
Medan,2010
0 komentar:
Posting Komentar
Jika Sudah Berkunjung, Kasih Koment Nya...